JAKARTA, (B1) – Bedah buku “Kolonisasi China terhadap Dunia Islam dan Genosida Uyghur” terancam batal. Karena secara tiba-tiba pihak Universitas Islam As Syafiiyah (UIA) keberatan kegiatan berlangsung di kampus tersebut.
“Pemberitahuan ini sangat tiba-tiba sehingga saya dan seluruh panitia kelabakan,” tutur penanggungjawab kegiatan yang juga Ketua Umum Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI), Ismail Lutan, Jumat 15/3/24) malam.
Padahal, lanjut Ismail Lutan, panitia pada saat itu sedang melakukan Gladi Resik (GR) dan mengecek semua kesiapan. Terutama masalah teknis. Karena acara akan dilaksanakan secara hybrid dan peserta serta pembicaranya, tidak saja dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
“Tentu kami kaget karena persiapan sudah hampir matang. Namun apa boleh buat. Saya memahami alasan pihak kampus yang secara tiba-tiba menganulir,” ucapnya.
Dikatakan Ismail, pihaknya panitia kemudian berusaha mencari tempat pengganti. Namun karena begitu mendadak semua relasi dan kenalan tidak ada yang siap.
“Tetapi Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah,ada satu tempat yang open. Jadi kegiatan tetap berlansung sesuai jadual, sementara lokasinya diganti,” katanya.
Sebenarnya, menurut Ismail sejak awal ia sudah menduga ada ‘tangan tersembunyi’ yang berusaha untuk menggagalkan bedah buku ini. Dimulai ketika ia mencari buku di toko buku online.
Penjual di toko online mengatakan bahwa buku sudah ditarik oleh penerbit. Dia kemudian menghubungi penerbit (Al-Kautsar,red). Pihak penerbit mengatakan hak jual buku sudah diberikan kepada penulis. Jadi mereka tidak berhak lagi menjualnya dan stock di gudangnya habis.
“Saya kemudian menghubungi penulisnya Abdulhakim Idris yang berpaspor Jerman tapi tinggal di Amerika Serikat. Dari Beliau berhasil mendapatkan buku sebanyak tiga eksempalar,” ungkapnya.
Nah, dari penulisnya ini pula, pihaknya mendapat beberapa informasi bahwa ada tangan-tangan tersembunyi yang berusaha untuk menggagalkan setiap publikasi dan bedah buku ini. Seperti yang terjadi di Bandung, Desember tahun lalu.
Ketika itu, saat acara akan dilaksanakan, ada orang mengataskan ormas tertentu menyatakan keberatan. Kemudian dia menulis surat kepada pihak berwajib agar pihak berwajib melarangnya. Kalau acara tetap dilakukan mereka akan mendemo.
Pihak kepolisian kemudian meminta panitia untuk membatalkan acara tersebut. Tetapi setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya polisi memberi izin, bahkan mereka ikut menjaga kelancaran acara.
Begitu juga acara serupa di tempat lain, seperti di Jogya, Medan, Makasar. Hampir semuanya mendapat gangguan. Yang di UIN Bandung betul-betul dibatalkan karena pihak kampus tidak mau menanggung resiko.
Sementara yang di Jakarta (Benhil,red) sekelompok massa tak diundang masuk ke lokasi kegiatan bikin gaduh.
Namun menurut Ismail Lutan PJMI tetap berkomitmen untuk tetap menggelar acara bedah buku ini. Karena dari buku, yang ditulis oleh orang asli Uyghur ini, umat Islam bisa mendapat gambaran yang jelas mengenai kondisi Islam di sana.
“Dalam bedah buku ini kita mencari kebenaran. Bukan untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Makanya kami juga mengundang tokoh Muslim Indonesia yang pernah mengunjungi Uyghur yang melihat dari dekat kondisi di sana,” tukasnya. (cj/bam).