BALI, (B1) – Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN), berkolaborasi dengan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Udayana, menyelenggarakan konferensi internasional Communication and New Media (COMNEWS) pada 25 – 26 Oktober 2023 di Prime Plaza Hotel, Bali.
Kali ini, COMNEWS 2023 mengangkat tema Rethinking Post-Digital Society: Imagining the Future of Media, Communication and Sustainability. Konferensi internasional ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan tantangan media dan komunikasi terkini, terutama di era
artificial intelligence.
Turut hadir dalam pembukaan COMNEWS 2023, PLT Rektor Universitas Udayana , Prof. Ngakan Putu Gede Suardana, Ph.D., Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan UMN, Ir. Andrey Andoko, M.Sc., dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Dr. Drs. I Nengah Punia, M.Si.
Dalam sambutannya, Yearry Panji Setianto selaku Ketua COMNEWS 2023 menyampaikan bahwa konferensi internasional ini dihadiri oleh lebih dari seratus peserta dari berbagai universitas dengan beragam topik penelitian seputar komunikasi dan inovasi teknologi, terutama artificial intelligence.
Sementara itu, Andrey Andoko mengungkapkan kekhawatirannya mengenai keberadaan AI yang
terbukti telah mengganti beberapa pekerjaan di bidang media dan komunikasi.
“Kita bukan hanya dituntut untuk dapat memanfaatkan mesin sebagai
asisten, tapi juga harus meningkatkan kemampuan kita untuk lebih dibandingkan mesin,” sebutnya.
Sesi keynote speakers pertama diisi oleh pemaparan materi oleh Axel Bruns, profesor di Digital Media Research Centre, Queensland University of Technology dan Claes de Vreese, profesor di bidang Artificial Intelligence and Society, University of Amsterdam.
Axel Bruns menyampaikan materi tentang “What is lost when twitter is lost? Reflections on the impending death of a platform.”
Salah satu isu yang ia tekankan dalam paparannya adalah faktor apa saja yang menyebabkan media sosial gagal berfungsi sebagai ruang publik, serta apa konsekuensinya bagi proses demokratisasi.
Sementara itu, Claes de Vreese membahas tentang ‘AI, media and democracy: New challenges ahead’ Pada survei yang dilakukannya di masyarakat Eropa, ia menemukan data bahwa mayoritas responden menuntut transparansi dalam penggunaan AI.
Menurutnya, saat berkomunikasi di dunia maya, masyarakat ingin mengetahui apakah mereka sedang berinteraksi dengan sesama manusia atau dengan AI.
“Selain itu, mereka juga menganggap dua tantangan paling besar yang dihadapi terkait dengan AI adalah soal job security dan keamanan data pribadi,” tandasnya.
Dalam sesi closing keynotes, Verica Rupar, profesor di jurnalisme di Auckland University of Technology membahas tentang bagaimana ketergantungan wartawan pada algoritma justru semakin menjauhkan media dari kepentingan publik.
Terlebih jika berita dan informasi yang dikurasi oleh algoritma tadi hanya merefleksikan kepentingan para elit.
Pembicara terakhir, Noshir Contractor, profesor dari Northwestern University juga menekankan bagaimana meningkatnya ketergantungan pada penggunaan AI di tempat kerja, dalam jangka panjang dapat mengubah relasi sosial sesama manusia.
Dalam penelitiannya, ia bahkan
menemukan AI lebih dihargai jika dapat memberikan kontribusi lebih dalam menyelesaikan pekerjaan.
“Fenomena semacam ini diprediksi akan semakin umum di dalam masyarakat postdigital saat ini,” pungkasnya. (way).