TANGERANG, (B1) – Permasalahan hukum yang membelit PT SIAP selaku pengembang perumahan Bhuvana Village Regency bermula pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), yang masuk ranah perdata, sehingga jika terjadi wanprestasi, harusnya diadili secara perdata.
Demikian disampaikan Franto Bitmen Pardede, penasihat hukum (PH) Victor Wirawan (tersangka kasus gagal bangun perumahan Bhuvana Village Regency) yang berlokasi di daerah Tigaraksa, Tangerang.
“Perkara ini diawali dengan adanya PPJB tentang pembelian perumahan, jadi seharusnya di selesaikan secara pengadilan perdata,” tutur Franto Pardede usai mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (7/8/2023).
Menurut Franto melanjutkan, untuk menentukan perkara ini pidana atau perdata harus di lihat dari mens rea (niat jahat/batin). Jika niat awalnya memang tidak ada tujuan merugikan orang lain maka haruslah diselesaikan secara perdata.
Sudah Refund
Sementara Victor Wirawan, sosok komisaris PT SIAP yang dijadikan tersangka dalam kasus ini, saat persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (7/8/2023), menyampaikan bahwa dirinya sejak awal sudah mengajak para direkturnya untuk mengembalikan dana para konsumen yang rumanya belum sempat dibangun, namun pada akhirnya tidak direspon.
“Oleh karena itu, saya sendiri yang mengembalikan dananya pakai dana pribadi, bukan pakai dana perusahaan, karena dari awal saya punya itikat baik untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tutur Victor.
Sebagaimana disampaikan ahli pidana Dr Maria Silvya E Wangga, selaku saksi ahli dalam persidangan tersebut menyampaikan, bahwa permasalahan ditimbulkan oleh korporasi harusnya diselesaikan secara korporasi, bukan oleh perorangan.
“Bahwa pengembalian kerugian yang ditimbulkan yang di lakukan secara pribadi dari direktur ataupun komisaris, pengembalian tersebut harus dipandang pengembalian perusahaan karena diawali PPJB dengan pembeli dan perusahaan. Maka pengembalian tersebut adalah pengembalian dari perusahaan,” timpal Franto
Sebelumnya, Franto menyampaikan, tuduhan yang diberikan oleh JPU kepada kliennya tidak benar, karena yang terjadi dilapangan adalah kegagalan pembangunan unit kavling rumah dan tanah disebabkan kekurangan dana dan warga pemilik tanah meminta harga tanah naik.
“Berdasarkan kas uang perusahaan tidak ditemukan perpindahan uang kepada setiap pengurus perusahaan diluar dari keperluan gaji, pinjaman dan pergantian reimbursement,” terang Franto Pardede.
Lebih lanjut Franto Pardede menyampaikan, di dalam manajemen PT SIAP, terdapat dua direksi, yaitu Tan Robby Kenly dan M.Bakhtiar. Sementara Komisaris adalah utama Victor Wirawan dan Maris Stella. Namun, dalam berjalannya perusahaan, suami dari Maris Stella, yaitu Luskito Hambali di percayakan untuk mengurus keuangan perusahaan, sebagaimana keahlian dan background yang sangat mempuni dari Luskito Hambali.
“Sayangnya, setelah perkara bergulir dalam BAP justru Luskito Hambali dalam keterangannya bertolak belakang dengan fakta. Dalam BAP di penyidik Luskito menyampaikan, bahwa dia tidak mengetahui dan tidak pernah mengurusi PT SIAP,” tandasnya. (way).