TIGARAKSA, (B1) – Komunitas eliminasi Tubercolusis (TBC) Konsorsium Penabulu STPI Kabupaten Tangerang, bersama Dinas Kesehatan (Dinkes), insan Pers, RSUD serta Rumah Sakit Swasta, adakan Konferensi pers dan Kolaborasi terkait upaya penanggulangan penyakit Tubercolusis (TBC) di Kabupaten Tangerang.
Hadir dalam kesempatan tersebut, dr. Sumihar Sihalolo Kepala bidang (Kabid) P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, Dedi Irawan Koordinator program Tubercolusis/TBC Kabupaten Tangerang, Subhan Staf Program SR Provinsi Banten, Marno, MK DPPM Kabupaten Tangerang, beberapa perwakilan insan Pers Kabupaten Tangerang, KOPI TB Kabupaten Tangerang, dan juga perwakilan dari RSUD Kabupaten Tangerang serta rumah sakit swasta.
Kabid P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, dr. Sumihar Sihalolo membuka acara sekaligus menyampaikan paparan, terkait berbagai upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, dalam mengobati warga masyarakat yang telah menderita Tubercolusis TBC) dan juga meminimalisir penyebarannya diwikayah Kabupaten Tangerang.
Menurut dr. Sumihar, Tubercolusis (TBC) hingga saat ini masih menjadi tantangan yang perlu segera disikapi, karena kasus Tubercolusis (TBC) saat ini terus meningkat pada setiap harinya. Tingginya kasus Tubercolusis di Indonesia saat ini telah mencapai jumlah 569.899 kasus, dan menempatkan Indonesia masuk dalam peringkat 3 besar dunia, terbesar setelah Cina dan India.
“Bahkan informasi terakhir Indonesia meningkat berada pada peringkat ke 2 di dunia. Segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia umumnya dan juga pemerintah dearah Kabupaten Tangerang untuk menekan kanaikan angka kasus Tubercolusis dengan program-program melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, salah satunya dengan disahkannya Perpres No.67 tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC,” terangnya.
Sambung dr. Sumihar, dengan harapan adanya Perpres tersebut upaya eliminasi Tubercolusis di Indonesia dapat dicapai hingga tahun 2030 mendatang.
“Perpres No.67 tahun 2021 diaharapkan dapat diimplemnetasikan dengan baik sampai ke daerah dengan inovasi dan strategi daerah masing-masing. Dan Provinsi Banten dalam penanggulangan TBC telah mengeluarkan Intruksi Gubernur Nomor 2 tahun 2018 tentang Gerakan Banten Eliminasi TBC dan Stunting. Dan kemudian yang terbaru adalah Provinsi Banten telah mengeluarkan SK Gubernur tentang Pembentukan Tim Percepatan Eliminasi Tubercolusis di Provinsi Banten Tahun 2022. Dan kebijakan ini sebagai bentuk perhatian pemerintah Provinsi Banten dalam menekan angka Tubercolusis yang saat ini semakin mengkhawatirkan,” tuturnya.
Sementara itu, Marno, MK DPPM Kabupaten Tangerang, mengungkapkan bahwa, Kabupaten Tangerang merupakan wilayah terpadat di Provinsi Banten, dengan total penduduk berdasarkan BPS 2022 sebanyak 3.293.533 Jiwa, dengan jumlah Kecamatan 29 dan 274 Desa/kelurahan, saat ini telah menyumbang kasus TB cukup besar, hingga bulan November 2022 data temuan kasus TB di Kabupaten Tangerang mencapaia 7.345 kasus, yang saat ini ditangani oleh Rumah Sakit, Puskesmas, klinik maupun dokter praktek mandiri.
“Dengan kondisi ini perlu keterlibatan lintas sektor bahkan multi sektor dalam penanggulangan dan pengendalian TB di Kabupaten Tangerang,” terangnya.
Lanjutnya, berdasarakan dari serangkaian diskusi yang telah dilakukan oleh Penabulu Kabuapaten Tangerang bersama lintas sector dan juga temuan-temuan di lapangan yang di sampaiakan oleh temen-temen yang bergerak di isu TBC Tangearng, tercatat bahwa situasi penanggualangan TBC di Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut :
1. Belum ada Peraturan daerah atau Peraturan Bupati Tangerang terkait penanggulang TBC di Kabupaten Tangerang. Dan hal ini akan menjadi usulan untuk mendorong pemerintah kabupaten Tangerang untuk membuat regulasi tersbut sebagai turunan dari Perpres No. 67 Tahun 2021 Tentang Penanggulangan Tubercolusis di Indonesia.
2. Stigma & diskriminasi masyarakat ke pasien TBC masih tinggi, sehingga berdampak kepada pengobatan pasien TBC itu sendiri.
3. Dampak dari kurangnya pemahaman pasien dalam pengobatan TBC berakibat terjadinya kasus TBC RO (Resisten Obat) / gagal pengobatan, yang bisa mengakibatkan kematian bagi pasien TBC. Sehinga perlu edukasi dan sosialisasi bagi pasien, keluarga pasien maupun masyarakat sekitar.
4. Perlu juga tambahan nutrisi bagi pasien TBC yang saat ini masih belum tercukupi bagi pasien yang kurang mampu.
5. Pelibatan Masyakarat (kader) dalam penanggulangan TBC di Kabupaten Tangerang perlu ditingkatkan. Investigasi kontak, penyuluhan, kunjungan rumah dan edukasi pasien yang telah dilakukan oleh kader diharapkan akan ada penganggaran di APBD Kabupaten Tangeran untuk kader TBC di 29 Kecamatan.
6. Belum adanya peran Forum Multi Sektor atau tim percepatan dalam program penanggulangan TBC di Kabupaten Tangerang untuk eliminasi TBC.
“Di harapkan peran aktif nya Forum Multi Sektor nantinya dapat mendorong tercapainya program eliminasi TBC di tahun 2030 mendatang. Selain itu Forum Multi Sektor nantinya dapat memfasilitasi pengaduan dari masyarakat / pasien TBC itu sendiri. untuk hal ini diharapkan segera dibentuk SK Tim Percepatan Pananggulangan TBC tingkat Kabupaten Tangerang,” harapnya.
Dedi Irawan Koordinator program Tubercolusis / TB Kabupaten Tangerang, menyatakan, permasalahan pada pasien TBC tidak hanya masalah kesehatan, permasalahan lain yang muncul antara lain, permasalahan ekonomi, lingkungan serta psikososial. Menurutnya, akar permasalahan yang ditemukan oleh lembaga lembaga-lembaga pendampingan pasien TBC, dikelompokkan menjadi 3 permasalahan :1. Permasalahan Ekonomi.
Melihat dari fakta lapangan, kasus TBC hampir menerpa pada masyarakat dengan ekonomi di bawah rata rata. Selain itu, tidak sedikit juga dari pasien TBC kehilangan pekerjaan. Ketika kepala keluarga yang menjadi penopang ekonomi keluarga, terdiagnosa TBC positif yang mengakibatkan dikeluarkan dari tempat kerja, ini menjadi permasalahan yang berdampak pada dirinya dan keluarga. Nutrisi yang cukup sangatlah dibutuhkan oleh pasien TBC. Untuk permasalahan ekonomi ini yang dibutuhkan adalah
a. Bantuan Nutirisi untuk pasien TBC
b. Aturan bagi tenaga kerja yang terdiagnosa TBC
c. Sosialisasi dan Edukasi di tempat kerja
2. Permasalahan Lingkungan
Keluarga adalah lingkungan terkecil yang paling terdekat. Dukungan keluarga bagi pasien TBC, sangat dibutuhkan, selain itu juga keluarga sebagai PMO (Pengawas Menelan Obat). Salah satu keberhasilan kesembuhan pasien TBC selain Nutrisi yang cukup adalah kepatuhan dalam pengobatan. Untuk itu sangat diperlukan PMO itu dari keluarga terdekat dalam satu rumah.
Selain keluarga, kondisi rumah juga harus mendukung, seperti sirkulasi udara yang cukup, sanitasi yang baik dan lain lain.
Untuk permasalahan lingkungan ini yang dibutuhkan adalah :
a. Sosialisasi dan edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
b. Sosialisasi dan edukasi untuk keluarga dan pasien TBC tentang pentingnya kepatuhan minum obat dan nutrisi yang cukup.
3. Permasalahan Dukungan Psikososial
Efek samping obat bagi pasien TBC juga menjadi permasalahan yang cukup berat. Terlebih bagi bagi pasien TBC RO (Resisten Obat). Edukasi untuk pasien menjadi hal yang paling utama, bahwa obat yang dikonsumsi berpengaruh pada tubuh pasien. Selain itu juga, ketika terdiagnosa TBC perlakuan berbeda dari lingkungan juga akan dialami. Perlakuan stigma dan diskriminasi juga masih ada dialami oleh pasien TBC.
“Hal ini juga menjadi perhatian, bahwa ada kebutuhan untuk meminimalisir permasalahan psikososial. Untuk permasalahan psikososial yang dibutuhkan adalah, Konselor di Fasilitas Kesehatan untuk pasien TBC, Pelatihan bagi pendamping pasien sebagai konselor sebaya, Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat untuk meminimalisir stigma dan diskriminasi, dan sosialisasi serta edukasi ditempat kerja untuk meminimalisir diskrimanasi,” paparnya.
Dan dari hasil pemaparan para narasumber Tubercolusis diatas, maka perumusan dan solusi yang dapat dirumuskan adalah harus adanya keterlibatan langsung pemerintah yang didukung oleh Lintas Sektor dan juga Pers, serta seluruh lapisan masyarakat, yang tertuang dalam sebuah kebijakan/peraturan yang diharapkan akan dapat mewujudkan program pemerintah, yaitu “Eliminasi TBC di tahun 2030”.
Sebelum ditutup, acara dilanjutkan dengan diskusi kecil dengan para awak media yang hadir. (way).