SERANG, (B1) – Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan (STIH Painan) adakan Seminar Nasional dan Abdimas. Kegiatan tersebut merupakan hasil dari Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang sebelumnya sudah di lakukan oleh para dosen Sekolah Tinggi yang memiliki taglane Unggul Beda Berkarter itu. Kegiatan yang diikuti oleh para dosen serta petinggi kampus tersebut digelar di Aula Justitie Kampus Painan, Jl Syech Nawawi Al Banteni, Banjarsari, Cipocok Jaya, Kota Serang.
Ketua STIH Painan, Dr. Muh. Nasir menjelaskan, bahwa kegiatan tersebut adalah hasil peneliatan bagi semua Dosen STIH Painan dalam rangka pelaksanaan program Tri Dharma Perguruan Tinggi, karena para dosen wajib melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, hal itu mengacu pada Undang – undang Nomor 12 tahun 2012 , bahwa dosen selama di pandang dosen tetap maka dia wajib melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Makanya tadi kita laksanakan disiminasi, itu hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat pada tahun ajaran 2021/2022 di semester genap. Kedepannya, mulai hari ini juga kita akan bentuk lagi kelompok untuk semester ganjil dan genap untuk tahun akademik 2022/2023,” terangnya, Senin (24/10/22).
Selanjutnya, sambung Nasir, setiap dosen setelah melaksanakan tri dharma perguruan tinggi wajib mengisi beban kerja dosen. Karena penilaian itu, bahwa dosen dilihat dari kinerjanya dalam pengisian beban kerja dosen dalam setiap semester dan tiap semester, dosen wajib melaksanakan Tri Darma sebanyak 12 SKS termasuk Penelitian dan PKM.
“Al hamdulillah sampai saat ini belum ada kendala, kita tetap melibatkan semua dosen STIH Painan dalam hal kegiatan ini, dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi bersama – sama dengan kita semua sebagai kewajiban dosen,” paparnya.
Senada, Wakil Ketua 1 STIH Painan, Hendrik F Siregar menambahkan, bahwa hal itu merupakan kegiatan wajib yang dilakukan oleh Dosen – dosen, baik itu Dosen S1 dan S2 di lingkungan STIH Painan, terutama dalam kagiatan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi Penelitian dan Pengabdian masayarakat.
“Kegiatan ini sebagai mana yang telah disampaikan oleh Bapak Ketua. Jadi perlu di ketahui bahwa proses penelitian itu dimulai dari pengajuan proposal pelaksanaan penelitian selanjutnya nanti setelah penilitian itu dibuat pelaporan penelitian, setelah pelaporan penelitian baru nanti penelitian itu di seminarkan dan dipublish melalui jurnal – jurnal, baik jurnal nasional dan jurnal yang terakreditasi,” bebernya.
“Makanya salah satu yang kita lakukan ini adalah dalam rangka untuk pertanggung jawaban kita kepada masyarakat dan stakeholder, bahwa apa yang di laksanakan oleh dosen – dosen kita ini dalam rangka penelitian ini memberikan manfaat bagi masyarakat baik itu dalam ilmu pengetahuan hukum dan ilmu pengetahuan sosial,” tambah Magister Hukum ini.
Kata Hendrik, kegiatan ini di ikuti oleh 40 Dosen STIH Painan, dari begitu banyak dosen yang aktif dengan berbagai macam judul dan topik penelitian yang semuanya sudah selesai dilakukan.
“Tadi sudah dilakukan review atau sudah dilakukan evaluasi baik itu Dosen – dosen S2 maupun Dosen – dosen S1. Ada dua penguji yakni Prof Hj Palmawati Tahir, SH, MH dan Prof. Sudadio untuk dosen – dosen yang yang sudah bergelar Doktor. Sementara untuk dosen – dosen yang masih bergelar Magister Hukum (MH) nanti akan di review hasil penelitiannya oleh dosen – dosen yang sudah berpangkat Lektor atau Doktor ,” imbunya.
Menurut Hendrik, penelitian tersebut memilki dimensi kekinian dan dimensi kedepan yang dimungkinkan menjadi bahan pijakan bagi dosen – dosen untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya.
“Tadi kalau kita lihat para review lebih banyak memberikan ulasan – ulasan guna untuk melengkapi penelitian tersebut agar nanti kedepannya penelitian itu bisa berlanjut dan bisa lebih disempurnakan,” tuturnya.
Sementara itu, Dr. Rasman Habeahan salah satu Dosen Pasca Sarjana STIH Painan, memaparkan hasil penelitiannya tentang Perlindungan hukum bagi direksi perusahaan pailit yang pengelolaan nya dijalankan dengan itikad baik menurut Undang – undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Dia mengatakan, pada jaman sekarang banyak masyarakat yang merasa mampu tapi takut menjadi Direski Perusahaan, kenapa takut. Karena meraka takut akan sangsi pidana, kalau perusahaan itu sudah dikelola dengan benar sudah dikelolal sesuai undang – undang tapi karena banyak faktor perusahaan bisa pailit.
“Nah kalau pailit bagai mana, banyak kita lihat itu direksi – direksi itu masuk penjara dilaporkan oleh pemegang saham, apa lagi kalau asetnya tidak mencukupi untuk membayar hutang kepada pemegang saham (Kreditur). Nah disinilah saya angkat ini suapaya memberikan pemahaman kepada masyarakat ini supaya jangan takut jadi direksi diperusahaan baik di perusahaan go publik maupun perusahaan tertutup,” kata Rasman.
Itu lah pentingnya, ungkap Rasman, pihaknya melakukan penelitian supaya ada manfaat nya untuk masyarakat, bahwa jangan takut untuk menjadi direksi yang penting bisa mengelola perusahaan dengan sejujurnya, dengan baik dan hati – hati sesuai dengan anggaran dasar maupun SOP Perusahaan
“Pesan saya masyarakat jangan takut kalau mereka punya kemampuan jangan takut jadi direksi sepanjang kita bisa membuktikan bahwa kita memang sudah mengelola perusahaan dengan jujur baik dan penuh ke hati – hatian,” terangnya.
Ditempat yang sama, salah satu Dosen Program Sarjana STIH Painan, Bustomi juga memaparkan hasil penelitiannya terkait Pengaruh pembatasan usia kawin dalam Undang – undnag No 16 Tahun 2019 terhadap penurunan angka perkawinan dibawah umur.
Ia menguraikan, penelitian tentang Undang – undang batas usia perkawinan di tinjau dari Undang – undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mana ini adalah perubahan dari undang – undang sebelumnya, kalau undang – undang sebelumnya mengatur misalnya batas usia seorang laki – laki itu 19 tahun, kemudian seorang perempuan itu 16 tahun.
Dan sekarang, tambah Bustomi, dengan regulasi terbaru melalui undang – undang yang tadi disebutkan itu, laki – laki harus 19 tahun kemudian perempuan harus 16 tahun. Ia berkeinginan hasil dari penelitian yang sudah dipaparkan melalui disiminasi, setiap undang – undang itu harus memberi efek jera bagi pelaku yang memang melanggar aturan.
“Saya melihat di undang – undang nomor 16 tahun 2019 ini belum ada sangsi, baik itu sangsi administrasi maupun sangsi denda maupun sangsi pidana bagi pelaku atau pun orang yang tau pelaksanaan perkawinan dia di bawah umur 19 tahun. Mudah – mudahan melalui penelitian ini, menjadi sebuah temuan hukum, menjadi naskah akademik bagi pemerintah sehingga terapan sangsi bagi pelaku tersebut, sehingga turun praktek – praktek pernikahan di bawah umur,” ujarnya.
“Dan mudah – mudahan walaupun itu tadi pernikahan di bawah umur ada beberapa faktor, faktor pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya namun itu jangan sampai jadi pembenar bagi orang tua untuk menikahkan anak nya yang masih di bawah umur 19 tahun, karena bagi kesehatan juga reproduksinya akan terganggu kemudian rentan dalam kekerasan rumah tangga sehingga yang tadinya tujuan perkawinan itu menjadikan keluarga syakinah mawadah warohmah justru nanti ujungnya akan ada perceraian di pengadilan agama,” pungkasnya. (cj/ad).