Hari HAM, Mahasiswa Tuntut Pemerintah Beri Keadilan Bagi Rakyat

 

SERANG, (B1) – Peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang diperingati tiap tanggal, 10 Desember, diwarnai aksi mahasiswa di Banten (Serang-Cilegon).

Dalam goresan sejarah perlawanan di dunia, rakyat dunia memiliki bagian penting di dalam proses penegakkan HAM.

Namun seiring berjalannya waktu, Mahasiswa menilai, konsep mengenai hak asasi manusia kembali lagi khianati oleh pemerintah Indonesia saat ini.

Dimana hari ini, semua dihadapkan pada pemerintah yang anti terhadap rakyat miskin dan anti terhadap demokrasi rakyat.

Produk undang-undang anti rakyat seperti RKUHP, RUU pertahanan dan lain-lain belum dicabut sepenuhnya.

Berdasarkan pandangan Mahasiswa, sampai hari ini, tidak ada jalan terang bagi rakyat bahwa akan ada perubahan terhadap RKUHP dan RUU pertahanan dengan dihapusnya pasal karet yang akan mendiskriminalisasi rakyat miskin dan akan dihapuskannya pasal yang membuat jeratan monopoli tanah oleh investor.

Salah satu perwakilan Mahasiswa dari Sekolah Mahasiswa Progresif, Ishaq P mengungkapkan, rakyat Indonesia tidak ada habis-habisnya diterpa kebijakan yang menyengsarakan.

Menurutnya, undang-undang yang dibuat hari ini merupakan cerminan bahwasanya pemerintah anti rakyat dan demokrasi.

Kemudian, lanjut dia, rakyat Indonesia dikemudian hari akan dihadapkan pada pukulan pencabutan subsidi sosial dua kali lipat dan Presiden Joko Widodo telah mengesahkan peraturan bagi kenaikan iuran BPJS kesehatan 100 persen disemua kelas yang akan berlaku pada bulan Januari.

Selain itu, tanbahnya, hak sosial berupa kenaikan tarif dasar listrik akan semakin memukul kondisi rakyat Indonesia ketika hari ini kemiskinan yang terjadi belum teratasi dan ketimpangan ekonomi semakin tinggi.

“Ini akan semakin membebani kehidupan rakyat Indonesia, dan Negara melepas tanggung jawabnya terhadap pemenuhan hak-hak sosial rakyat Indonesia. Malah sebaliknya pemodal, investor besar beserta oligarki yang korup diberi karpet merah untuk mengekploitasi kekayaan alam dan menghisap tenaga kelas pekerja Indonesia,” katanya disela-sela aksi, Selasa (10/12/2019).

Secara gamblang dirinya memaparkan, bahwa hari ini masyarakat Indonesia tengah berhadapan dengan rezim yang menggunakan kekerasan dalam merespon rakyat yang berdemonstrasi.

“Aksi dibulan September meninggalkan bercak darah ditangan aparat kepolisian. Lima kawan kita dibunuh karena membela demokrasi. Lima kawan kita semua dibunuh karena benar dengan menentang kebijakan rezim. Diantaranya, dua kawan Mahasiswa asal Kendari ditembak aparat kepolisian, dan tiga kawan pelajar asal Jakarta dibunuh akibat kekerasan aparat dalam menangani aksi massa,” jelasnya.

Pihaknya menilai, saat ini pemerintah Indonesia dan aparat kepolisian belum bersungguh-sungguh mengusut tuntas kasus tersebut sebagai bentuk tanggung jawab Negara yang membunuh rakyatnya karena berani membela demokrasi yang di korupsi dan hak asasi manusia yang diambil oleh Negara.

Maka dari itu, pihaknya menuntut, untuk menolak pasal karet yang akan mendiskriminalisasi rakyat miskin dan pengekangan demokrasi dalam rencana KUHP, serta produk undang-undang anti rakyat lainnya yang proses pembahasan untuk ciptakan undang-undang pro rakyat.

Selain itu, pihaknya menolak kenaikan BPJS kesehatan 100 persen, menolak kenaikan tarif dasar listrik dan menuntut diberikannya jaminan sosial sepenuhnya bagi rakyat sebagai tanggung jawab Negara terhadap rakyat.

“Hentikan tindakan represif terhadap rakyat. Serta usut tuntas atas kematian 5 pahlawan demokrasi. Negara perlu tanggung jawab terhadap kekerasan dan pembunuhan terhadap rakyat,” katanya.

Aksi lainnya dari Mahasiswa Cilegon, juga menyuarakan hal yang sama.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Mahasiwa Cilegon (IMC) Rizki Putra Sandika, menyampaikan, bahwasanya kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945, dirasakan belum mampu memberikan keadilan bagi setiap warga Negara.

“Tidak ada undang-undang (UU) yang mengatur HAM pada masa itu membuat pemerintah terkesan tidak serius dalam upaya penegakan HAM di Indonesia,” jelasnya.

Dikatakan Rizki, UU Hak Asasi Manusia baru terbentuk 54 tahun sesudah proklamasi, tepatnya melalui UU No. 39 Tahun 1999.

Namun, lanjutnya, dalam rentang waktu 54 tahun tersebut, tetap saja terjadi begitu bunyak kasus pelanggaran HAM yang merampas kemerdekaan dan kebebasan setiap individu.

“Karenanya kami menuntut pemerintah untuk segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu serta mengadili penjahat HAM,” tandasnya.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemeritahan Jokowi-Amin untuk ikut berperan dalam menegakkan HAM, tambah Rizki, adalah dengan menuntaskan kasus Novel Baswedan.

“Selain itu hentikan segala represi dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat. Kami juga mendorong Negara untuk menegakkan serta mewujudkan keadilan HAM secara tegas di Indonesia,” tutupnya. (Baehaqi).

Loading

Related posts

Leave a Comment