SERANG, (B1) – Pihak Dinas Kependudukan Pemberdayaaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Banten meminta kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A) Republik Indonesia untuk menyediakan transportasi umum ramah anak. Hak itu dilakukan agar ribuan anak berkebutuhan khusus bisa nyaman dalam menjalankan aktifitasnya.
Kepala DP3AKB Provinsi Banten, Sitti Ma’ani Nina, mengatakan tahun 2017 di Provinsi Banten penyandang disabilitas jumlahnya mencapai 4.851. Menurutnya selama ini penyandang difabel masih kesulitan jika hendak menggunakan transportasi umum. Sebab, sarana transportasi tersebut belum sesuai dengan kebutuhan anak anak yang mengalami kelainan itu.
“Nanti kita cek lapangan setelah tes lapangan itu jita jadikan masukan masukan dan saran,” katanya ditemui saat sambutan pada kegiatan Sosialisasi Kebijakan Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), di Salah satu Hotel di Ciceri Kota Serang, Jumat 8 September 2017.
Ia mendorong kepada Kementerian untuk segera melakukan pendalaman mengenai program ini. Memang, kata dia, semua wilayah belum memiliki transportasi ramah anak itu. Namun, Banten berharap menjadi yang pertama pengadaan mobil tersebut.
“Target harus ada karena ini termasuk nawacita,” ucapnya.
Sementara itu, Asisten Deputi (Asdep) Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmanisasi pada Kementerian Pemberdayaan Peremuan dan Perlindungan Anak (KP3A), Ali Khasan, meminta kepada seluruh aparat pemerintah di berbagai tingkatan untuk serius menyikapi upaya perlindungan anak. Hal itu agar meniminimalisir kasus kekerasan terhadap anak, anak berhadapan dengan hukum dan kurban terorisme.
Menurutnya, aturan yang diterbitkan pemerintah sudah sangat kompleks dari mulai Keputusan Presiden (Kepres) nomor 30 tahun 1990 sampai dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak. Namun, implementasi dari aturan teresebut belum optimal.
“Banyak aturan anak yang diterbitkan, namun yang jadi pertanyaan adalah, sejauh mana implementasi peraturan perundang undangan tersebut? Melalui forum koordinasi inilah kami akan membuka kesempatsn untuk share pengalaman, informasi juga sekligus meningkatkan pemahaman kita bersama,” katanya.
Ia sangat berharap peran masyarakat pada kasus itu benar benar hadir. Sebab, berdasarkan aturan hukum, persoalan perlindungan anak anak menjadi tanggung jawab bersama baik Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa, RT/RW dan masyarakat. Bahkan, kata dia, kalau bisa bagaimana caranya agar kasus tersebut dapat dihapus.
“Kalau toh tanggung jawab untuk memberikan kebutuhan perlindungan anak sinergi dan terintegrasi, Insyallah anak anak yang masuk perlindungan kusus dapat diminimalisir,” tuturnya.
Ia tidak menyebutkan berapa jumlah angka korban kekerasan kepada anak. Namun, ia sangat yakin jumlahnya lumayan tinggi. Sebab, sampai tahun 2017 masih ditemukan kasus kasus yang mengorbankan anak anak di semua wilayah di Indonesia. Kekerasan itu kata dia, terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, buliyying, dan sebagainya. (Arai).