SERANG, (B1) – Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Provinsi Banten meminta Gubernur Banten menolak Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan (Permendikbud) no 23 tahun 2017 tentang penerapan 8 jam belajar di Sekolah atau Full Day School (FDS).
Hal itu karena dinilai bertentangan dengan kultur Banten yaitu ‘Kota Santri’.
Kemudian, FDS diduga akan mematikan ribuan lemabaga pendidikan non formal Madrasah Diniyah Awaliyyah di semua wilayah di Provinsi Banten.
Menurut PMII, sikap kepala daerah di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah menyatakan menolak peraturan tersebut.
Karena dinilai banyak madaratnya dibanding maslahatnya, misalnya anak anak tidak akan memiliki waktu luang untuk bermain.
Padahal, dunia anak adalah dunia main bukan terus dipaksakan memahami rumus rumus ilmiah.
Ketua Umum PKC PMII Banten, Mukhtar Ansori Attijani, mengatakan banyak alasan mengapa pihaknya meminta kepada Gubernur Banten, Wahidin Halim, untuk menolak FDS.
Menurutnya, ribuan guru yang menggantungkan hidupnya di MDA terancam tidak memiliki pekerjaan yang menunjang untuk perekonomian rumah tangganya.
Ia berharap Gubernur Banten Wahidin Halim yang memiliki visi membangun Banten tidak serta merta melihat sisi positif dari Permendikbud. Sebab, sisi negatifnya juga lebih banyak.
“Kami meminta sesegera mungkin Gubernur Banten, Pak WH untuk segera menyikapi FDS karena kultur Banten ya Santri, santri itu ya tidak seharian di Sekolah seperti sekarang ini,” katanya saat dihubungi via seluler, kamis, (17/8/17). Senada dikatakan, Ketua PW MA Banten, Babay Syijawandi.
Ia mengatakan pihaknya sangat menolak FDS karena akan mematikan aktifitas di MDA.
Ia mengungkapkan, salah satu hasil Rakerwil yang dihadiri oleh ratusan perwakilan Pimpinan Daerah (PD) MA se Provinsi Banten beberapa hari yang lalu adalah melakukan pembenahan di dunia pendidikan terutama pendidikan agama yakni MDA.
Menurutnya, itu diupayakan karena 500 lebih madrasah yang dimiliki lembaganya itu rata rata belum sejahtera baik sarana prasarana maupun gurunya.
“Sidang komisi pendidikan, konsen pada pembenahan madrasah yang 500 unit ini, karena hampir 50 persen memprihatinkan terutama madrasah DIniyah. Karena mungkin kalah bersaing dengan SD Negeri, Diniyah kan sore, pdahal perannya cukup besar karena 100 persen kan soal agama yang dajarkan di Diniyah termasuk tata bahasa arab, nahwu sorof nah itu masih memprihatinkan ada yang dari bambu bangunannya,” ucapnya. (Arai).