CILEGON, (B1) – Guna mengggali berbagai potensi budaya lokal, Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kota Cilegon melakukan sarasehan budaya di Kecamatan Ciwandan. Sebelumnya agenda tersebut sudah dilaksanakan di tiga Kecamatan se Kota Cilegon, yakni Cibeber, Citangkil dan Purwakarta.
Kepala Disparbud Kota Cilegon Heri Mardiana mengatakan, bahwa budaya yang ada di Kota Cilegon itu harus dilestarikan. Dimana salah satu budaya asli masyarakat Ciwandan adalah Yalil yang kini mulai sedikit karena kurangnya pengajaran kepada generasi muda karena itu merupakan khas yang dimiliki oleh Kota Cilegon yang sudah mulai dilupakan. Untuk itu pihaknya meminta masyarakat agar bisa melestarikannya.
“Kita harus sama-sama melestarikan budaya itu, perlahan kami akan terus mensosialisasikan kepada masyarakat agar mereka mengingat kembali khasnya tersebut,” katanya. Selasa, (27/7/17).
Dijelaskan Heri, demi melestarikan kebudayaan, pihaknya akan membangun paguyuban untuk para penggiat budaya, sehingga pihaknya dapat memberi bantuan lebih mudah dan jelas.
“Kami akan membangun desa budaya disalah satu kelurahan yang ada di Kota Cilegon, tapi sekarang masih kami kaji. Karena program tersebut juga harus mendapat respon atau dukungan dari masyarakat, kalau tidak ada maka akan sia-sia,” jelasnya.
Sementara itu, Camat Ciwandan Ahmad Junaedi mengatakan bahwa masyarakat saat ini sudah mulai melupakan budaya khas yang dimiliki oleh daerahnya sendiri, seperti budaya khas Ciwandan yaitu Yalil dan Bendrong Lesung, bahkan budaya tersebut seperti dalam istilah adanya seperti tidak ada.
“Sekarang budaya sudah dilupakan oleh kaum muda, sehingga hanya masyarakat yang sudah berumur 40 lebih saja yang mengetahuinya, bahkan budaya itu bisa,” katanya.
Dikatakan Junaedi budaya Yalil merupakan budaya dalam penyambutan kedua pengantin baik laki dan perempuan, saat keduanya datang akan di kawal dengan rebana dan selanjutnya akan dilakukan yalil atau istilahnya buka pintu.
“Saat itu pengantin perempuan akan menghadap timur dan laki laki menghadap ke barat dan disekat dengan kain, terakhir kain yang dijadikan sekat tersebut dibuka dan perempuan menyambut pengantin laki laki dengan salaman. Itu semua dilakukan sebagai bentuk pengajaran tentang akhlak,” ujarnya.
Menurut dia, budaya merupakan aspek yang dapat menyangkut beberapa aspek lainnya seperti agama, politik, bahasa, daerah, pakaian dan masih banyak lainnya. Sehingga ada nilai historis yang sakral dari asal budaya tersebut.
“Karena dalam budaya pasti memiliki tujuan tertentu, sehingga budaya yang dimiliki harus dilestarikan sebagai bentuk kearifan lokal,” ungkapnya. (Syarief).